don't ask me

jangan tanya APA yang kulakukan..
jangan tanya BAGAIMANA aku melakukannya..
jangan tanya dengan SIAPA aku bisa...
jangan tanya DIMANA aku memulainya...
jangan tanya KAPAN aku memikirkannya...
jangan tanya KENAPA aku melakukannya..

tapi tanyakanlah...

APA yang khan terjadi nantinya...
BAGAIMANA nantinya semua khan terjadi..
untuk SIAPA aku melakukannya...
DIMANA akan kuakhiri..
KAPAN tujuanku nanti terwujud..
dan KENAPA aku tak bisa tak melakukannya..

dan aku yakin.. hanya DIRIMU yang tau jawabannya...

di bawah pinnicilium tua ini..

Sudah pukul 16.00, hanya kurang 30 menit lagi dari waktu perjanjianku bertemu lagi dengan sahabat kecilku, Adith. Dia berjanji akan kembali ke Indonesia hari ini, setelah 5 tahun menyelesaikan SMP dan SMA nya di Amerika. Kami berjanji akan bertemu disini, di bawah pinicillium tua ini, tempat favorit kami menghabiskan bermangkok-mangkok es krim coklat favorit kami, serta mengubur benda-benda kecil rahasia kami di antara akar-akarnya. Minggu lalu dia mengirimiku email singkat,,
tunggu aku di tempat biasa. ada sesuatu untukmu, jangan begitu terkejut melihat itu…
salam sayang untukmu…--dith
Aku tak tahu sesuatu apa yang bakal mengejutkanku nanti. Tapi dari kata-kata Adith di email itu, kurasa itu sesuatu yang mungkin akan bisa membuat bola mataku keluar dari rongganya. Tapi bisa saja si usil itu mengerjaiku, mungkin sesuatu itu hanya ijazah SMA’a dengan nilai nyaris sempurna tertera di dalamnya…pikirku sejak pertama membaca email itu sampai saat ini aku terduduk pasrah di bawah pinicillium tua ini. Kurasa kakiku mulai pegal saat hpku bergetar pelan dari dalam tas Mickeyku.
From : aadiiiithhh…
yangs,, kku daa nyampe airport.. gaa sabaar pengeeeen ketemuuuuu…misp iiiuh gelz……wait vooo meeee……^^
Yangs????bukan panggilannya untukku seperti biasanya…. but,whatever….batinku setelah menerima sms dari Adith. Setelah kututup flip hapeku, aku berjalan pelan ke arah kedai es krim di seberang jalan taman pinicillium ini sambil memasangkan headphone di telingaku.

ammerialuvia


Kumulus hitam masih menggantung rendah di kaki langit utara. Aku menarik retsleting jaket coklatku hingga ujung leherku. Bukannya aku sok mandiri atau apa dengan menolak jemputan Mang Asep sopir rumah tadi, tapi memang aku ingin menyongsong hujan yang aku yakin sebentar lagi akan segera turun. Aku suka hujan, sangat suka. Titik-titik airnya yang selalu kuimajinasikan sebagai air mata bidadari di langit sana, petir dan halilintarnya yang kuanggap sebagai kilatan cahaya surga sampai dengan genangan air di jalan yang bila kulewati pasti akan menjadi kecipak ringan air.

Aku suka hujan. Hujan bisa menyembunyikan tangisku saat aku sedang sangat sedih, dan mungkin karena itu, aku menganggap hujan sebagai tempat curhat terpercayaku. Hujan tidak pernah mengeluh saat aku bercerita panjang lebar tentang bagaimana aku begitu cemburu melihat cowo yang kutaksir dekat dengan cewe lain sampai dengan bagaimana jengkelnya aku terus dikerjai kakakku, Titan. Bukan salahku kalo aku begitu mempercayai hujan dan jarang bercerita kepada orang lain yang mungkin bisa disebut sebagai temanku. Aku terlalu malu untuk sekedar mempunyai sahabat akrab. Aku cenderung menutup diri pada lingkungan sekitarku dibanding harus bercerita panjang lebar tentang segala masalahku pada orang asing yang baru kukenal saat naik ke kelas 8 SMP kurang lebih 3 bulan lalu.

Tapi dibalik itu semua, kurasa alasanku menyukai hujan hanya diwakili oleh satu kata. Amerrialluvia, yang berasal dari 2 bahasa, Ame untuk bahasa Jepang dan Lluvia dalam bahasa Spanyol. Dan kau tahu arti keduanya? Hujan. Ya, namaku Ammerialluvia Suryaatmadja atau panggillah aku Luvi. Sekarang kau tahu mengapa aku begitu menyukai hujan? :)

tipe-tipe pelaku curhat

curhat. kata ini biasa diidentikkan dengan makhluk bernama cewe. dimanapun dan kapanpun mereka mau, mereka bisa curhat selama berjam-jam dengan makhluk sesamanya. biasanya acara curhat ini berbuntut panjang ke acara ngegosip.

kebetulan, gue cewe. tapi sayangnya, gue bukan cewe yang suka curhat, tapi lebih sering dicurhatin. saking seringnya jadi dinding pendengar, gue sering gak dianggep sama orang-orang di sekitar gue. oh sudahlah, lupakan.

gue disini bukan mau bercerita tentang kenestapaan gue jadi dinding pendengar. gue mau mengidentifikasi (ceile bahasanya) tipe-tipe pelaku curhat yang pernah gue tanganin. cekidot!!
sumpah, diantaranya keduanya itu bukan gue! :|